Campaign PPA

icon twitter

Selasa, 16 Maret 2010

Sabar itu berbuah manis

Delapan tahun yang lalu saya masih melihat laki-laki paruh baya itu berjalan keliling kampung sambil mendorong gerobak untuk berjualan Tekwan (salah satu makanan khas palembang). Tanpa disadari kulitnya menghitam terbakar sinar matahari, kedua kakinya terlihat lusuh dengan sandal jepit yang hampir putus. Jika dagangan Tekwan nya mulai sepi laki-laki itu pun beralih menjual Bakso. Begitu seterusnya yang dia lakukan untuk bertahan hidup demi memberi makan istri dan ke lima anaknya.
Salah satu anak laki-laki nya adalah teman bermain saya waktu kecil, saya masih ingat beberapa teman saya terkadang meledek profesi ayahnya sebagai pedagang keliling yang berganti-ganti profesi. Saya bisa membayangkan perasaannya saat mendengar ayahnya dicemooh, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa selain diam dan tersenyum getir.
Liburan akhir tahun 2008 saya manfaatkan untuk benar-benar berlibur dan merefresh pikiran yang sempat kalut dan gundah. Sore itu badan saya terasa pegal, dan saya minta tolong kepada saudara saya untuk dicarikan tukang urut. Saudara sayapun bilang “…ada tukang urut yang Ok, kalau mau jam 5 sore ini dia dateng…” sayapun menyanggupinya.
Akhirnya tukang urut yang dijanjikan saudara saya datang. sahabat…saya tercekat melihat laki-laki yang ada dihadapan saya, ternyata dia adalah ayah dari teman saya, laki-laki paruh baya yang dulu pedagang keliling kampung. Subhanallah…Saya menyalaminya, saya masih bisa mengenal dengan jelas wajahnya, tapi mungkin dia sudah lupa dengan saya. Sambil mengurut saya kami berbincang-bincang, lalu saya bertanya dengan sangat hati-hati :
Saya : “Maaf kak, gimana ceritanya bisa menjadi tukang urut ? “
Dia : sambil tertawa ” Ini cobaan lagi dari Tuhan, kakak sendiri sudah lupa ini cobaan yang keberapa…dan kakak tidak tahu setelah jadi tukang urut kakak mau jadi apa lagi …”
Saya : Kok gitu kak ?
Dia : Sebenarnya kakak sudah bosan dengan segala cobaan, tapi ternyata tuhan ingin menyadarkan kakak dan menunjukkan kekuasaan Nya.
Saya : Maksudnya ?
Dia : Dengan banyaknya cobaan, kakak jadi sering mengeluh…tapi kakak tidak pernah mengeluh kepada istri atau kepada orang lain, kakak hanya mengeluh kepada Tuhan…kakak selalu memohon agar diberi pekerjaan yang baik dan halal…”
Saya : Tuhan denger ga’ ?
Dia : kakak yakin Tuhan mendengar, buktinya kakak sekarang jadi tukang urut.
Saya : Letak kekuasaannya dimana ?
Dia : Suatu hari saat kakak lagi dagang keliling, ada orang yang terkena musibah, kakinya tertimpa kayu iseng-iseng kakak nawarin diri buat ngurut, eh…ternyata dalam 2 hari kakinya sembuh, dan sejak itu banyak orang yang minta di urut sama kakak , termasuk kamu dek … jawabnya sambil kami tertawa.
Keesokan harinya saya menyempatkan diri keliling kampung melihat-lihat suasana, suasana kampung yang tidak saya jumpai di kota tempat saya bekerja. Di depan sebuah lorong jalan saya sempat berhenti sebentar saat melihat sebuah bangunan rumah . Delapan tahun yang lalu rumah itu tampak reot, namun sekarang rumah iu sudah berubah menjadi rumah yang bagus, itulah rumah laki-laki pedagang keliling yang kini sudah berubah menjadi lebih baik kehidupannya… Tuhan memang selalu mendengar keluhan umatnya yang mengeluh kepadanya…
Mungkinkah selama ini kita sudah salah memilih tempat mengeluh ?

(by: maskoko)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar